Sunday, April 13, 2008

Mencari Pijakan Indonesia Bangkit

APA sih yang kurang dari Indonesia?. Alamnya, kaya dan indah. Penduduknya, banyak dan tahan menderita. Orang cerdik cendikia-nya cukup bisa diandalkan. Kebudayaannya, plural dan nyeni. Masa lalunya adalah sejarah kejayaan Sriwijaya dan Majapahit. Agama-agamanya, galibya, hidup berdampingan secara damai. Apa yang kurang?.

Kalau dikatakan; sejarah Indonesia merdeka masih terlalu pendek karena baru berusia 61 tahun, bukankah pada tahun 1945 Jepang luluh lantak?. Bukankah pada masa perang dunia kedua itu, Jerman kalah dan terbelah?. Bukankah Korea Selatan masih belum muncul ke permukaan?. Bukankah Malaysia masih belum ‘apa-apa’?. Bukankah ketika itu, Indonesia tidak jauh beda dengan China dan India?.

Tetapi kenapa kini Jerman menjadi petinggi ekonomi di Eropa?. Kenapa kini Jepang masuk jajaran negara dengan per kapita tertinggi di dunia?. Kenapa Korea Selatan sudah berada di urutan terkemuka produsen teknologi dunia?. Kenapa Malaysia merasa sah mengklaim diri sebagai ‘Truly Asia’?. Kenapa India menjadi negara besar dengan sumber daya manusia, nuklir dan ekonomi yang siap berkompetisi di dunia?. Kenapa China menjadi negara dengan pertumbuhan tertinggi di dunia dan diramalkan bakal menyalip Amerika pada 2030 nanti?. Kenapa mereka lari tunggang-langgang mengejar kemajuan dan kita masih jalan di tempat?. Ada apa dengan kita?.

BUKANKAH pada tahun 1945 itu, ketika para founding father memproklamirkan kemerdekaan, cita-cita sudah dibentang; pintu gerbang sudah dibuka dan jembatan emas ke masa depan sudah dibangun?. Bukankah cita-cita itu begitu indah, bahkan buat sekedar dibayangkan sekalipun: "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...".

Dimana sekarang perlindungan negara terhadap rakyat Indonesia, ketika tenaga kerja Indonesia di luar negeri banyak yang terancam tindak kekerasan tanpa perlindungan hukum?. Dimana sekarang pemenuhan kesejahteraan umum, ketika kemiskinan dan pengangguran masih menjadi dua ancaman terbesar kelangsungan hidup puluhan juta rakyat Indonesia?. Dimana sekarang pencerdasan kehidupan bangsa, ketika pendidikan masih mahal dan kenyataan anggaran pendidikan yang inkonstitusional?. Dimana sekarang posisi tawar Indonesia di dunia internasional ketika hutang sudah lebih dari seribu trilyun rupiah dan banyak kekayaan alam dalam negeri yang ‘dijual’ ke pihak asing?. Kemana mimpi-mimpi indah itu menguap?.

Ternyata, mimpi adalah satu hal dan kenyataan adalah hal lain. Hegel memang pernah mengatakan kalau ide bisa merubah sejarah. Sejarah, menurutnya, digerakkan oleh akal universal; akal mutlak yang lahir sebagai ujung sintesa dari dialektika panjang yang melahirkan perubahan-perubahan sejarah yang bergerak menuju kesempurnaannya. Dialektika Hegel ujung-ujungnya melahirkan bangsa Jerman sebagai puncak sejarah. Bangsa Jerman mendapatkan bahan bakar yang tak habis-habisnya untuk bergerak meraih kebesarannya dari filsafat Hegel.

Tafsir sejarah Hegel ternyata kemudian dipatahkan oleh Karl Marx. Sejarah, menurutnya, tidak digerakkan oleh dunia ide, tetapi oleh materi. Ketika Hegel melihat bahwa dunia materi adalah bayang-bayang apa yang sesungguhnya bergerak di dunia ide, Marx melihat bahwa dunia ide -dengan segala apa yang disebutnya supra struktur-adalah refleksi semata dari dunia materi. Yang menggerakkan sejarah adalah materi, alat produksi dan pertarungan kelas. Marx yang melihat Hegel berdiri dengan kepala di bawah telah menjadikannya berdiri di atas kedua kakinya. Dua pertiga wajah dunia pernah diwarnai tafsir sejarah Marx, sampai glassnot dan prestroika-nya Gorbachev menandai akhir kejayaan Uni Soviet sebagai negara ‘mbah’-nya marxisme.

Sementara itu, Arnold Toynbee melihat sejarah sebagai satuan peradaban yang mengalami fase lahir, berkembang dan kemudian mati. Peradaban, menurutnya, lahir dari proses mengatasi tantangan (at-tahaddi wa al-istijabah). Banyak peradaban yang layu sebelum berkembang karena tidak mampu mengatasi tantangan-tantangan. Kemajuan peradaban ditentukan oleh seberapa banyak tantangan yang berhasil di taklukkan, baik itu tantangan alam (cuaca, bencana dst) maupun tantangan manusia (perang dst). Segala kemajuan di dunia pengetahuan dan teknik adalah wujud nyata dari kemampuan mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Begitu sebuah komunitas berhenti berjuang mengatasi tantangan, artinya ia sedang bersiap-siap menggali liang kuburannya sendiri.

Dalam proses tumbuh dan berkembangnya sebuah peradaban, empat titik penting yang diperhatikan Toynbee adalah : 1. Aktualisasi diri. Bahwa langkah demi langkah yang diayukan untuk kemajuan peradaban adalah bentuk aktualisasi diri individu-individu merdeka pembentuk komunitas dimana peradaban itu tumbuh dan berkembang. 2. Interaksi individu dan masyarakat. Bahwa masyarakat adalah kerangka bagi hubungan interdependensi individu-individu untuk berkarya bersama. Dalam hal ini, tidak ada dualisme bahwa yang secara hakiki ada hanyalah individu saja (individualisme) atau masyarakat saja (sosialisme). 3. Berhenti dan kembali bergerak. Gerak maju peradaban bukanlah gerak acak yang tidak beraturan. Ia terdiri dari sebentuk serial diam dan bergerak: diam untuk merenung, mencari inspirasi, memeriksa keberhasilan-kegagalan; bergerak untuk kembali bekerja, mencipta dan berjuang mengatasi tantangan dengan darah dan semangat baru. 4. Keragaman dalam kesatuan. Peradaban yang bergerak maju terdiri dari satuan yang menaungi keragaman. Seperti benih yang ditanam petani. Ia ditanam di satu ladang, dari satu jenis, oleh petani yang sama, namun setiap benih memiliki eksistensi, keunikan dan bentuk yang berbeda ketika dipanen.

Kalau tafsir Hegel dipatahkan Marx dan tafsir marxisme-sosialisme ternyata terbantahkan oleh keruntuhannya berbarengan dengan berakhirnya perang dingin, tafsir peradaban-nya Toynbee setidaknya menghadapi dua kritik mendasar: 1. pengamatan lebih rinci terhadap kehidupan sebuah peradaban membuktikan bahwa ia bukanlah satuan bulat yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Boleh jadi, dalam satu bagian sebuah komunitas mengalami kemunduran namun pada bagian yang lain ia mencatat kemajuan. 2. Toynbee tidak setia dengan metodologi induktif yang ditetapkannya sendiri. Ia hanya mengambil fakta-fakta yang mendukung asumsinya; sesuatu yang menjadikan teorinya mengidap cacat metodologis.

DALAM bukunya : Tafsir Islam terhadap Sejarah (at-Tafsir al-Islami li at-Tarikh), Dr. Imaduddin Khalil, intelektual Irak, mencoba menampilkan pandangan al-Qur’an terhadap sejarah manusia: kelahirannya, tabiatnya, faktor maju-mundurnya dan rotasinya di lintasan kehidupan manusia.

Dua kaki peradaban versi al-Qur’an adalah reformasi (ishlah) dan memerangi kerusakan (mujabahat al-fasad) dalam seluruh level dan penampakannya. Dua pilar ini bergerak dalam relasi seimbang dan harmonis antara segi tiga : Tuhan, manusia dan alam semesta. Relasi manusia dengan Tuhan diwakili kata kunci penugasan, keimanan, penghambaan, kemerdekaan diri dan tanggung jawab (istikhlaf, iman, ibadah, huriyah, mas’uliyah); bahwa manusia diturunkan ke muka bumi ini untuk memakmurkan dan membangun peradaban dengan kemerdekaan diri yang disertai tanggung jawab dalam hubungan keimanan dan penghambaan yang tiada putus-putusnya dengan Tuhan. Relasi manusia dengan alam dimanifestasikan oleh kata-kata kunci pendayagunaan akal dan keseimbangan (i’mal al’aql, at-tawazun); bahwa oleh karena manusia diberikan akal, ia wajib mendayagunakannya untuk menemukan rumus-rumus alam semesta dari materi yang paling kecil (mikrokosmos) sampai yang paling besar (makrokosmos) dengan tetap menjaga keseimbangan alam. Relasi Tuhan dengan alam terwakili oleh kata kunci penundukan (taskhir); bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan untuk kepentingan manusia.

Ketika sebuah komunitas memiliki keinginan kuat dan kerja keras untuk menerapkan konsep ini, maka ia akan meraih kemajuan demi kemajuan. Sebab lingkup kemerdekaan dan tanggung jawab yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia tetap berada dalam jangkuan kemampuan manusia, asal ia serius bekerja keras dengan tidak mengenal kata menyerah. Kemajuan yang dicapai lantas bukanlah kemajuan yang terbatas -sebatas kemajuan material misalnya, seperti kemajuan dunia barat saat ini-- tetapi kemajuan yang utuh, material dan nilai sekaligus.

MENJADI terjawab kemudian, apa yang kurang dari bangsa kita. Reformasi yang digulirkan sejak 1998, kurang total dan belum habis-habisan. Kerusakan dan perusakan kerap dibiarkan. Keimanan dan penghambaan kepada Tuhan tidak dihayati dan diamalkan dalam kehidupan. Etos kerja masih kedodoran. Alam tidak dirawat dalam keseimbangan. Ilmu pengetahuan dan teknologi belum kuat ditanamkan. Alih-alih merasa krisis, kaum elit yang mestinya memimpin perubahan ke arah perbaikan, malah hidup dalam gelimang kemewahan dengan gaji besar yang menginjak rasa keadilan. Apakah kita hendak menjadi bangsa yang layu sebelum berkembang?.

No comments: